top of page
Search
  • Writer's pictureRemaja Tampubolon

Sharing Not Owning



Dalam dunia yang bergerak cepat seperti saat ini, kita dituntut untuk bisa relevan dengan situasi zaman. Kita dipaksa “menanggalkan” konsep dan cara berpikir lama yang menjadi formula kesuksesan kita, karena memang tantangan zamannya sudah berbeda.


Milenial menjadi salah satu pemicu ledakan inovasi. Generasi ini meng-akselerasi perubahan gaya kerja.

Coba kita lihat di media sosial, mereka tidak segan melakukan sesuatu yang baru dan beda, yang kadang kita (kami) merasa aneh "Kok bisa ya mereka kepikiran hal seperti itu..?"


Mereka membuat semua seakan mudah dan cepat. Mereka posting sedang jalan-jalan keluar negeri, padahal di masa kami, bisa jalan-jalan keluar negeri itu sebuah kemewahan dan biasanya atas pencapaian kerja yang luar biasa. Sekarang, mereka bisa kapan pun keluar negeri, bukan karena mereka datang dari keluarga tajir melintir, tetapi karena di endorse. Ya banyak milenial bergaya sultan di media sosial, memamerkan brand sepatu, brand baju, dll ternyata tidak semuanya mereka miliki, tetapi mereka di pinjami.

Hal inipun terjadi di lingkungan keluarga. Anak kami yang pertama, kemana-mana lebih suka naik kendaraan online, ia merasa repot kalau harus bawa mobil sendiri. Macet lah, cari parkir susahlah. Ia lebih menikmati gaya hidup "tidak harus memiliki".

Trend gaya hidup Sharing not Owning menjadi trend baru. Mereka concern saving their time. Mereka tidak mau menghabiskan sumber daya yang mereka miliki mengejar sesuatu yang bisa saja mereka dapatkan dengan cara mudah, yaitu menyewa.


Orang produktif menjadikan dirinya sebagai Center of point. Mereka bisa mendapatkan sebuah manfaat tanpa memaksakan diri repot-repot memilikinya, bisa melakukan banyak hal diwaktu bersamaan. Tidak ada cara yang lebih tepat selain sharing dengan orang lain. Dengan adanya orang lain, kita bisa fokus dengan diri kita.


Sharing Economy memungkinkan semua orang menjadi berdaya.

Contoh, saya memiliki sahabat di Surabaya yang membuka warung makan. Hampir setiap hari warungnya ramai oleh pembeli, baik yang makan ditempat maupun pesan melalui daring.


Yang membuat saya kagum adalah, sahabat saya ini tidak memaksakan diri memasak semua ragam makanan, ia justru bekerjasama dengan banyak rumah makan lainnya, ia mengambil soto terenak di rumah makan A, kemudian mengambil ayam goreng terenak di rumah makan B, sampai sambal pun ia ambil dari orang lain. Ia hanya melengkapi menu-menu itu dengan nasi putih dan minuman saja. Dan omset rumah makannya sungguh fantastis.

Kemampuan meng-akses inilah yang perlu kita tanamkan, akses lah orang-orang yang bisa membantu hidup dan karir anda lebih mudah. Jangan memaksakan diri lakukan semua seorang diri.

Cara kerja inilah yang bisa kita aplikasikan. Jangan habiskan sumber daya untuk memiliki sesuatu yang jelas-jelas orang lain bisa sediakan untuk anda. Sharing Economy ini menjadi trend baru yang bisa kita optimalkan, sehingga kita bisa menjadi lebih produktif.


Berdayakan orang lain, dengan kekuatan orang lain, kita bisa saling melengkapi. Saya tidak akan pernah ada dititik ini jika semua saya lakukan sendiri. Saya memiliki manager, tim kreatif dan asisten yang mendukung saya. Mereka adalah support system yang membuat saya bisa melesat lebih tinggi.



Semoga bermanfaat, Salam, Remaja Tampubolon


210 views0 comments

Recent Posts

See All
bottom of page