Selamat hari senin teman-teman, Wah gak terasa kita hanya berjarak 8 minggu dari tahun 2022.
Bagaimana kabar target tahun ini? aman atau ngeri-ngeri sedap? :)
Ada pengamatan menarik dari diskusi maupun fenomena sharing yang saya amati belakang ini. Ketika dunia sedang menuju pemulihan, dan puji syukur kasus COVID 19 di Indonesia semakin melandai sejalan dengan masifnya vaksinasi serta kesadaran setiap orang untuk hidup sehat. Ada kegembiraan menyambut masa transisi ini, ada harapan besar kehidupan akan kembali ke aktivitas dulu meskipun dengan cara dan standar yang berbeda.
Saya dan tim pun mulai banyak menerima permintaan mengisi sesi motivasi Offline, baik itu forum Raker, Kick Off atau Pertemuan tahunan klien. Meskipun tidak sederas sebelum pandemi, tapi mulai datangnya permintaan offline adalah indikasi kita akan kembali ke aktivitas normal, meskipun bentuk 'normal baru' dengan peserta yang dibatasi, dan beberapa masih berkonsep hybrid.
Namun kegembiraan menuju “normal kembali” tidak disambut perasaan yang sama oleh semua orang. Buat beberapa orang, kembali beraktivitas seperti dulu (meskipun dengan standar yang berbeda) menjadi sebuah kenyataan yang sulit dan bikin deg-deg-an. Ada seorang teman dengan posisi strategis di salah satu bank yang curhat; “Wah Bang, jadi repot nih kalau sudah normal lagi, karena pasti manajemen mem-push kita untuk tutup target 2 bulan ini. Sedangkan mood kami dan tim masih transisi dari WFH ke WFO".
Ada kegalauan buat beberapa orang bukan karena concern kesehatan/ keselamatan, tapi concern pada target yang belum tercapai. Mereka yang selama ini merasa bisa “dimaklumi” karena situasi pandemi, jadi merasa terancam, kuatir dan was-was karena alasan itu sudah tidak bisa dimaklumi lagi :).
Laporan dari McKinsey & Company di Oktober tahun ini cukup menarik. Laporan yang mengupas How Business Leaders Navigating The Post Pandemic World of Work, disebutkan bahwa tantangan pemimpin bisnis saat ini yang tidak kalah pentingnya adalah membawa perusahaan bergairah kembali di masa post pandemic. Dengan tatanan baru dan mungkin tools baru dalam bekerja. Tidak menghabiskan banyak waktu untuk meeting atau ceremonial saja, diharapkan pemimpin perusahaan menjadi akselerator yang menghadirkan bentuk pekerjaan yang efisien di masa depan. Melakukan hal yang esensial, berdampak pada bisnis, bukan pekerjaan rutin yang biasa. Proses upgrading ini harus marathon, dilakukan sambil berlari mengejar bisnis. Learning by doing. Dilakukan dengan sambil melakukan, disesuaikan dengan tantangan dan kebutuhan.
Mengapa ini penting? Karena refrensi pelanggan berubah. Pelanggan memegang kendali, dan suka ta suka, bisnis harus mengikuti kemana pelanggan berkumpul.
Contoh saja di Bank. Bank kini cenat-cenut diperhadapkan oleh produk yang generik dan mirip-mirip dengan bank lain. Keunikannya hanya dari sisi harga, yang membuat bank perang harga atau bunga. Belum lagi “gigitan-gigitan kecil” yang datang dari payment system yang mampu memanjakan user, seperti; free transfer, free administrasi, dan bahkan jika melakukan pembayaran melalui platform mereka, user akan mendapatkan point yang bisa dibelanjakan kembali. Keunikan yang membuat masyarakat lebih senang membenamkan uangnya di payment system. Memang tidak sebanyak mereka menyimpan di Bank, tetapi banyak atau sedikit ini akan menjadi ancaman nyata jika tidak diantisipasi.
Bank tidak bisa lagi berpikir kolonial, mengharapkan nasabah datang berbondong-bondong menyetor atau mengajukan kredit. Ingat, untuk bisa mendapatkan fasilitas kredit, nasabah tidak perlu bank. Mereka bisa ajukan di banyak platform dengan proses yang lebih mudah dan ringkas. Inilah tantangan yang harus benar-benar dilihat para bankers.
20 bulan pola kerja yang melambat, dan diwaktu 20 bulan itulah “piranha” yang berwujud payment system dan bank digital itu bergerak cepat dan gesit, menggerogoti bisnis bank konvensional dan menarik kepercayaan masyarakat. Dan kini ketika bankers dan timnya mulai aktif dan kembali ke normal. Mereka sadar, nasabah mereka sudah banyak yang lepas dan mengikuti trend baru. Trend yang membuat bank konvesional terasa usang.
Ya pergerakan di 20 bulan itulah yang menjadi momentum bagi payment system dan bank digital meraih kepercayaan nasabah. 20 Bulan ketika para pemimpin organisasi sibuk merumuskan strategi bertahan, dan "melepaskan" beban demi bisa selamat.
Setelah 20 bulan para pemimpin berhasil membawa kapalnya melintasi badai angin yang penuh bahaya, setelah 20 bulan pemimpin berhasil menahkodahi kapalnya 'berdansa' dengan terjangan ombak. Kini awan gelap itu mulai menipis, terang sinar matahari mulai masuk dan menghangatkan.
Tetapi masih ada tantangan..
Bagaimana pemimpin terus berlayar di laut tenang dengan kondisi kapal yang ada, kebocoran dimana-mana, awak kabin yang kelelahan dan kehilangan semangat. Baling-baling kapal yang macet dan baut-baut yang sudah kendur.
Jangan menunggu angin yang menggerakan kapal.
Pemimpin harus turun dari ruang nahkoda, membehani kapalnya, ikut memperbaiki, memotivasi awaknya, dan mengatakan ke mereka bahwa masih ada bahaya yang mengancam jika tidak segera bergerak,
yaitu Karamnya Kapal.
Dengan tantangan nyata di pasar yang semakin dinamis, bagaimana anda mendefisikan How Business Leaders Navigating The Post Pandemic World of Work dalam versi anda?
Remaja Tampubolon
Comments