![](https://static.wixstatic.com/media/f3355c_5c51456477404342a6c740f94234ca6b~mv2.jpg/v1/fill/w_980,h_551,al_c,q_85,usm_0.66_1.00_0.01,enc_auto/f3355c_5c51456477404342a6c740f94234ca6b~mv2.jpg)
“Jika lelah dan letih merangkul kita, ingatlah itu hanya sementara.”
Tidak selamanya setiap detik kita berkubang dalam kesedihan. semua ada waktunya, semua hanya sementara.
Suatu ketika ada seorang raja yang sangat suka dengan perhiasan-perhiasan yang menempel di tangannya, terutama cincin yang terbuat dari emas putih bertatahkan permata.
Siapa yang membuatkan perhiasan tersebut? Tidak lain dan tidak bukan adalah “Ki Bagaskara,” seorang pembuat perhiasan yang khusus mengabdikan diri kepada sang raja dan keluarga. Apa pun yang diminta raja dan keluarga, ia akan berikan hasil karya terbaiknya. Tak heran, raja pun selalu bahagia mengumpulkan koleksi-koleksi baru perhiasannya.
Suatu hari, Ki Bagaskara mendapatkan firasat yang semakin kuat bahwa usianya tidak akan lama lagi. Ia segera menghadap sang raja. Ia utarakan bahwa ia akan berhenti berkarya dan segera mempersiapkan diri agar bisa menghadap Tuhan dengan penuh ketenangan jiwa. Raja tidak melarang Ki Bagaskara berhenti berkarya dengan sebuah syarat: Ki Bagaskara harus membuat sebuah cincin yang paling indah. “Kali ini, karena ini adalah hasil karyamu yang terakhir, aku ingin kamu tuliskan pesan kehidupan untukku di cincin hasil karyamu yang terakhir. Satu-satunya cincin yang bertuliskan kalimat singkat tentang pesan yang bisa aku renungkan.” Ki Bagaskara menyatakan kesiapannya dan menghilang dari tatapan raja.
![](https://static.wixstatic.com/media/f3355c_8284f131a6ad4da882ee0033edd45c38~mv2.jpg/v1/fill/w_980,h_696,al_c,q_85,usm_0.66_1.00_0.01,enc_auto/f3355c_8284f131a6ad4da882ee0033edd45c38~mv2.jpg)
Ki Bagaskara langsung membuat hasil karya terakhirnya dengan saksama, seolah tak ingin hasil karya terakhirnya tidak berkenan di hati raja. Siang malam ia merancang bentuk terbaik yang ia bisa persembahkan untuk sang raja. Akhirnya, ia pun bisa menyelesaikannya dengan sangat baik. Namun, pada saat sampai pada kalimat singkat yang ingin ia pesankan kepada raja, ia mulai kebingungan. Belum terpikirkan kalimat apa yang harus ia ukir di cincin itu.
Berhari-hari, Ki Bagaskara berkontemplasi. Tiba-tiba, ia mendapatkan ide mengenai kalimat yang akan ia tuliskan di cincin sang raja. Segera saja, langsung ia mengukir kalimat singkat penuh makna. Kalimat itu sederhana, tetapi dalam untuk direnungkan. Ki Bagaskara menuliskan: “Semua hanya sementara”.
Ki Bagaskara menyerahkan cincin bertatahkan permata dengan tulisan pesan singkat yang sangat dalam itu kepada raja. Sang raja sangat kagum dengan hasil karya Ki Bagaskara, yang menurutnya adalah karya terbaik yang pernah ia miliki. Seolah, itu adalah karya perpisahan yang dipersiapkan oleh Ki Bagaskara. Terbukti, beberapa hari kemudian, Ki Bagaskara mengembuskan napas terakhirnya. Raja sedih tiada terkira. Saat menghadiri pemakaman Ki Bagaskara, dan mengusap genangan air di matanya, sekilas ia melihat tulisan pada cincin yang dipakainya: “Semua hanya sementara”.
Raja pun tak henti-hentinya merenungkan sangat dalam kematian Ki Bagaskara dan pesan singkat di cincinnya. Ternyata, peristiwa itu, baru terjadi dalam hidup sang Raja dan memberikan pelajaran yang sangat berharga. Raja pun berubah.
Raja yang biasa menumpuk harta menjadi raja yang senang menyebarkan harta untuk kebaikan.
Raja yang biasa tidak peduli terhadap rakyatnya, menjadi pemimpin yang peduli.
Raja yang biasanya penuh kesombongan, tiba tiba menjadi raja yang sangat rendah hati.
Dan, suatu malam, raja menuliskan sebuah puisi singkat berjudul sama persis dengan apa tulisan Ki Bagaskara di cincinnya.
Semua Hanya Sementara.
Hampir saja aku lupa, jika hidup ini sementara.
Jika bahagia saat ini melukis hidupku, segera ia akan berlalu.
Jika sedih sedang berdendang, ini pun tak kan berdiam lama.
Di sisa waktuku, aku ingin hidup penuh cinta.
Hingga nanti saat kematian menjemputku, aku bisa tersenyum bahagia.
Raja-pun tidur dalam damai di samping puisinya.
Tak diduga, ternyata tidurnya kali ini adalah tidur panjangnya.
Ia pergi dengan sebuah kesadaran bahwa hidup hanyalah sementara.
Oleh karena hidup sementara, pastikan setiap tindakan kita benar-benar bermakna.
Ada sesuatu yang bernilai di balik setiap tindakan kita. Tanpa tindakan yang bernilai, hidup kita tidak akan bernilai.
Pakai waktu dengan sangat baik,
Karena semua ada waktunya.
Semua hanya sementara.
Salam hangat,
Remaja Tampubolon
Comments