Musuh terbesar dalam diri semua orang yang harus dikalahkan adalah Dirinya Sendiri.
Saya menggaris bawahi kata dikalahkan. Saya lebih suka memakai kata berdamai; berdamai dengan diri sendiri.
Karena saya secara pribadi sampai dengan saat ini pun masih belum bisa mengalahkan diri saya sendiri. Ego yang sering dominan atau ambisi yang sering berlebihan sering menjadi penghambat diri ini bisa dikatakan mampu mengalahkan.
Dengan berdamai bukan berarti saya memilih mengalah, saya mengartikan dengan berdamai saya mampu meredam gejolak diri yang terkadang merusak hubungan saya dengan orang lain.
Pertanyaannya adalah bagaimana saya bisa berdamai dengan diri sendiri? Jawabannya berusaha untuk mengelola diri.
Mengelola diri, selayaknya mengelola organisasi, atau mengelola bisnis. Koq bisa? ya karena dalam upaya mengelola diri ada fase dimana kita harus mendengarkan.
Ini yang sering luput, kita enggan benar-benar mendengarkan suara hati, kita hanya merasa suara hati itu adalah diri kita yang tidak terdengar atau terucap. Suara hati adalah suara dalam diri kita, dalam bahasa lain disebut intuisi. Ada roh dalam diri ini yang butuh kita dengar, ada jiwa dalam raga ini yang dititipkan tuhan untuk kita rangkul. Entah mengapa, dialog kita dengan diri kita sangat sedikit dan bahkan terlalu jarang.
Saat ini, sahabat-sahabat muslim sedang menjalankan ibadah Ramadhan, momen ini adalah momen yang tepat untuk mengelola diri. Ramadhan mendorong sahabat-sahabat muslim untuk bisa berdamai dan semoga bisa mampu mengalahkan diri sendiri dari keinginan yang bersifat duniawi.
Momen Ramadhan menjadi kesempatan yang sangat baik untuk “mendetoks” diri, membangun dialog lagi dengan diri dan berkomitmen menjadi pribadi yang lebih baik.
Meskipun saya dan keluarga tidak menjalankan puasa, tetapi cerminan ini kami dapatkan dari tim kami. Tim kami semuanya muslim, dan menjadi sebuah pengalaman yang berharga bagi saya dan keluarga mendapat pelajaran dari tim saya selama mereka menjalankan ibadah puasa dari tahun ke tahun.
Proses pengelolaan diri yang konsisten, mulai dari subuh hingga magrib. Berkomitmen dengan diri untuk mampu menahan tidak makan, minum dan melakukan semua hal yang dilarang. Dilakukan konsisten 30 hari. Sebuah ibadah yang sungguh mulia, membentuk kembali saudara-saudara muslim menjadi manusia yang utuh, yang mampu menahan diri dari segala hal yang dilarang.
Menahan diri sebaiknya bukan hanya tentang jasmani (lapar dan dahaga saja) tetapi juga sebaiknya menahan diri dari gempuran media sosial yang sering memancing jari-jari berumpat kasar, atau membagikan berita yang tidak jelas yang hanya menimbulkan keresahan.
Menahan diri dalam pemahaman harfiah juga berarti bersabar dalam proses. Bersabar bahwa keadaan sulit ini akan berlalu. Meskipun hari raya nanti kita tetap dirumah dan tidak bisa pulang kampung, itu adalah sebuah proses untuk menuju kehidupan yang lebih baik.
Sahabat, mengelola diri sejatinya adalah tentang niat, tentang keinginan berubah menjadi lebih baik. Jika niat ini tidak ada rasanya sulit untuk kita mampu mengelola diri. Dan akibatnya, kita lewatkan momen Ramadhan berlalu.
Hal yang sama seperti masa krisis ini, kita jadikan momen krisis ini sebagai bara api yang membentuk kita menjadi belati yang kuat. Kita maknai proses perubahan ini sebagai pembentukan kita menjadi pribadi yang lebih kuat.
Jika kita hanya lalui tanpa adanya pelajaran, kita adalah orang yang merugi.
Untuk bisa menahan diri, dimulai dengan mengelola diri.
Jika kita tidak mampu mengelola diri, kita hanya ikut-ikutan menahan (lapar dan haus) tanpa memaknai tujuan nya.
Dalam kesakitan teruji kesabaran, dalam perjuangan teruji keikhlasan, dalam kedekatan teruji ketulusan, dalam kesabaran teruji keyakinan, hidup ini sangatlah indah jika Tuhan menjadi tujuan
Selamat menjalankan ibadah Ramadhan,
Salam
Remaja Tampubolon
Comments