Mengutip artikel yang diterbitkan oleh Fortune Deloitte CEO Survey di pertengahan tahun ini, ada beberapa hal yang menjadi keresahan para CEO menyambut tahun 2023. Dan saya tertarik mengupasnya dalam tulisan berikut.
Dari beberapa faktor yang disurvey, saya merangkum 3 Keresahan CEO menghadapi tahun 2023:
1. Lack of Talent (46%)
Saat ini semua serba digital, bahkan pekerjaan pun bisa dilakukan tanpa lagi harus dalam 1 tempat. Namun kemajuan digitalisasi ini tidak diiringi oleh kompetensi SDM yang ada.
Masih banyak CEO yang merasa digitalisasi hanya menjadi jargon, namun tidak teraplikasi dalam pekerjaan. Alih-alih menjadikan digital sebagai sarana produktivitas, yang terjadi justru sebaliknya.
Proses transisi dari konvensional ke digital tidak dilakukan secara totalitas, hanya sekedar memindahkan produk saja, tetapi tidak menjadi budaya kerja baru.
Masih ada perusahaan yang kaku menerapkan standar operasi yang masih konvensional dan jadul, masih banyak paper, perubahan ini, itu pakai kertas, atau wajib menyertakan dokumen fisik. Memo internal masih kertas fisik, undangan wajib kertas fisik, padahal eranya sudah paperless. Akibatnya energi habis hanya untuk mengurusi urusan paper-paper ini. Banyaknya SDM dalam perusahaan tidak berbanding lurus dengan tingginya produktivitas.
Kekurangan orang-orang yang bertalenta dan memiliki inisiatif dalam perusahaan yang membuat resah CEO, karena persaingan 2023 akan sangat kompetitif. Banyak perusahaan yang tidak bisa bergerak lincah karena "menggendong" bobot yang berat. Perusahaan butuh orang yang berani bertindak, keluar dari zona nyaman mereka.
2. Volatile Business Environment (33%)
Bisnis bergerak sangat dinamis, tidak bisa di prediksi dan berubah-ubah. Bisnis kini sedang mencari bentuk dan pola baru setelah hantaman badai Pandemi.
Kita bisa lihat, saat ini UMKM pun tidak cukup hadir di e-commerce, mereka juga harus hadir dalam bentuk fisik (membuka toko, warung, dsb), karena konsumen kini memiliki kebebasan bergerak kembali.
CEO harus menyiapkan strategi-strategi jangka pendek yang praktis, jangan lagi jangka panjang. Karena akan banyak penyesuaian strategi. Pasar yang berubah, trend yang bergerak dan konsumen yang beralih.
Keputusan CEO harus cepat, birokrasi harus dipangkas.
3. Higher Cost of Doing Business (21%)
Masa peralihan pandemi menjadi endemi sudah membutuhkan biaya, apalagi kini ditambah dengan inflasi yang mulai terasa. Biaya produksi menjadi mahal. CEO harus memutar otak untuk meyakinkan Cost Operational nya terjaga. Perusahaan tidak bisa segera menaikan harga jual produk, mereka harus menjaga ekspektasi konsumennya. Produksi harus tetap dilakukan sambil menunggu demand pasar membaik.
Dari ulasan tersebut, Talent memiliki presentase yang besar yaitu 46%. Artinya, para CEO yang disurvey merasakan bahwa mereka kekurangan talenta yang memadai. Karyawan mereka banyak, namun hanya beberapa yang berkontribusi. Selebihnya nyaman dengan status karyawan. Di saat yang sama, CEO juga diperhadapkan oleh perubahan pasar dan biaya produksi yang tinggi.
Maka tidak heran belakangan ini banyak pemberitaan gelombang PHK, karena pengusaha mulai merasakan beratnya roda perusahaan, termasuk di perusahaan startup sekalipun.
Twitter, sebuah perusahaan media sosial yang ramai diberitakan dalam beberapa minggu ini pun melakukan langkah yang sama, setelah dibeli oleh Elon Musk, Twitter melakukan aksi "bersih-bersih" dengan mengurangi sekitar 3700 orang dari total 7500 karyawan. Aksi ini mengundang pro kontra, apalagi setelah memecat ribuan orang tersebut, Twitter membuka rekrutmen baru untuk para programming.
Apa yang dilakukan Elon Musk mungkin terlalu ekstrem, namun disatu sisi perampingan ini membuat Twitter untuk bisa lebih berinovasi. Bahkan ketika desakan dari para pengguna muncul seiring kebijakan baru Elon yang menerapkan biaya, Ia tidak segan menyampaikan pendiriannya melalui twitnya "You get what you pay for".
Apa yang ingin saya sampaikan?
Dari ulasan artikel tersebut, jelas sekali bahwa situasi yang penuh dengan ketidakpastian membutuhkan orang-orang yang kompeten. Orang-orang yang siap dengan tugas baru, berani meng-explore diri, dan mereka menyambut perubahan.
Keahlian kita saat ini menjadi penentu kualitas kita, apakah keterampilan kita sudah sesuai dengan tuntutan jaman? Jika kita masih diberikan kepercayaan menjadi bagian perusahaan, maka tanggung jawab kita lah untuk mengembangkan potensi diri kita. Jangan menunggu training dari perusahaan, bisa jadi fokus perusahaan anda saat ini adalah mengembalikan performa bisnis perusahaan seperti sedia kala.
Tidak peduli anda dekat dengan CEO, atau anda titipan dari komisaris, jika anda tidak cukup fit dan kompeten dengan arena kompetisi, anda akan tersisih. Kita akan dinilai dari kualitas yang kita berikan, bukan dari kedekatan kita dengan orang-orang penting.
Anda lah orang yang paling bertanggung jawab atas diri anda, atas nasib anda, bukan perusahaan. Maka mulailah beri VALUE atas diri anda. Beri VALUE atas kehadiran anda di perusahaan.
Ada banyak sarana untuk meng-improve diri, bisa melalui otodidak, melihat tutorial youtube, membaca buku ataupun mengikuti seminar gratis.
Yang dibutuhkan adalah memulainya. Anda mulai saja.
Seperti kutipan quotes dari William Shakespeare:
"Nothing Comes from Doing Nothing"
Semoga bermanfaat, Remaja Tampubolon IG: @remaja.tampubolon Youtube: Titik Balik Remaja Tampubolon
Comments