Saya pencinta batik. Bagi saya batik bukan hanya sekedar busana yang saya pakai. Ada filosofi indah yang memancar dari setiap garis warna yang ada di dalamnya, dan itu semua merupakan garis-garis kehidupan, selayaknya kehidupan yang kita jalani. Kisah dibalik pembuatan batik adalah sebuah alegori kehidupan. Batik adalah sebuah hasil mahakarya dari sang pembatik, setiap tarikan dan hembusan nafas ketika melukiskan kanvas kehidupan.
Ijinkan saya mengupas filosofi batik dan memaknainya dalam kehidupan.
Batik berasal dari gabungan dua kata; Amba yang berarti ‘garis’ dan Titik yang berarti ‘titik’. Sebuah garis yang ditarik dari titik ke titik, hingga membentuk sebuah pola indah yang biasa kita sebut motif. Pola inilah yang menjadi nilai tambah atas selembar kain putih. Jika tidak ada pola dan alur motif, maka kain itupun tidak ada nilainya.
Kemauan dan keberanian sang pembatik meliuk-liuk canting kehidupan itulah yang menjadi esensi dari batik. Layaknya kehidupan yang kita jalani, kita sedang menuliskan sebuah karya dari satu titik ke titik lain, sampai kita mencapai sebuah karya, sampai kita mencapai sebuah titik akhir kehidupan yaitu kematian.
Karya yang pernah kita alirkan sejak mulai kehidupan hingga kematian mungkin pernah dilalui dengan kesuksesan. Beberapa dari kita pernah sampai pada titik itu. Beberapa pernah jatuh ke dasar jurang kegagalan. Saat itu, mungkin kita merasa bahwa kita bukan siapa-siapa. Kita hanya tahu, bahwa titik pasrah yang paling dalam adalah solusinya. Yang paling penting adalah kita terus bergerak dan bergerak untuk mengubah keadaan. Datang silih berganti, tidak bis akita campuri keberadaannya. Hadapi saja dengan keberanian.
Sukses bukanlah sebuah tujuan tetapi perjalanan.
Dengan memahami bahwa sukses adalah sebuah perjalanan, maka sejatinya kita berikan warna dalam hidup ini. Jangan menjadi orang yang hanya main aman. Enggan mengeksploitasi diri. Cenderung pasrah dan tidak ada ambisi.
Berambisilah untuk menjadi orang yang anda impikan. Jangan hanya mengeluh dan menyalahkan keadaan.
Ketika sampai pada suatu titik tertinggi dalam kehidupan, kita akan tetap memiliki kesadaran bahwa kita bukan siapa-siapa. Kesadaran bahwa apapun yang kita terima bukanlah semata-mata karena kekuatan kita. Dengan kesadaran ini, ego kita menjadi tak kuasa untuk menguassai pikiran dan perasaan kita.
Sebaliknya, ketika sampai ke sebuah titik terlemah, bukan berarti kita tidak punya kekuatan. Justru kekuatan sejati ada pada titik itu.
Beberapa dari kita pernah sampai ke sebuah titik ini, jatuh kedasar jurang kegagalan. Saat itu, mungkin kita merasa bahwa kita bukan siapa-siapa. Kita hanya tahu bahwa titik pasrah yang paling dalam adalah solusinya. Sekali lagi yang terpenting adalah kita terus bergerak dan bergerak untuk mengubah keadaan. Tidak peduli bagaimana hasilnya nanti. Saat itulah, tubuh terasa ringan. Segala energi justru muncul untuk menemukan solusi dari persoalan yang menggelayut. Bahkan ditengah masalah sekalipun kita tetap BERANI mengambil sikap yang mungkin sulit dilakukan.
Orang yang suka mengeluh, tinggal di surga pun mengeluh.
Kisah ini sebuah metafora. Sedikit menyentil mereka yang hobi mengeluh.
Di manapun pasti akan ada yang dikeluhkan. Kita hidup di bumi yang sama. Namun cara menyikapinya berbeda. Kita hidup di negara yang sama, tapi cara pandang bisa berbeda. Dua orang yang bekerja di perusahaan yang sama bisa berbeda cara memaknainya.
Bukan salah dunianya, bukan salah perusahaannya, bukan salah Indonesianya. Yang berbeda adalah sikapnya. Keberanian yang sesungguhnya ada pada sikap kita yang selalu melihat apapun dihadapan mata kita dalam sudut pandang yang positif.
Sejatinya Tuhan pun seolah mengancam mereka yang suka mengeluh akan hidup ini. Seolah Tuhan ingin berkata, “Mohon anda untuk lkeluar dan tinggalkan dunia ini. Tolong cari dunia yang cocok denganmu”.
Nah loh.. klo diusir tuhan mau kemana kita?
Mulai saat ini yuk kita bercerai dan ucapkan selamat tinggal pada keluh kesah. Keluh kesah Cuma bikin susah. Keluh kesah membuat kita makin gelisah. Sebelum jatuh ke jurang keresahan, beranikan diri anda untuk uncapkan “Cukup sudah kehadiranmu yang selalu membuatku susah”.
Sahabat, jika hidup ingin bermakna, bernilai dan berjiwa, mulailah kita berhenti untuk melihat kehidupan dengan sebelah mata. Buka mata dan hati kita. Mulai saat ini, detik ini juga, renungkan akan seperti apa kita di kehidupan ini.
Semoga bermanfaat, Remaja Tampubolon
Comentarios