Mindset, atau pola pikir, sebagian besar dari kita sudah memahami betapa mindset itu sangat penting, pemikiran kita mampu mengendalikan diri kita, dan bahkan mengendalikan hasil yang akan kita dapatkan.
Sudah banyak artikel, buku dan pembicara hebat yang mengupas mengenai mindset ini, namun sering kita anggap ini sebagai pengetahuan belaka, dan ketika ada sesuatu yang terjadi dalam hidup kita, kita melupakan faktor mindset.
Beberapa hari ini saya menangkap kegalauan teman-teman yang berkarir sebagai Salesperson, ada kegamangan yang terpantau melalui status yang mereka tuliskan dalam platform media social mereka. Dan tidak sedikit yang mulai mengarah ke kondisi “Stres”.
Dari status mereka saya menangkap sinyal bahwa pasar sedang lesu, bahwa market sedang menurun. Naiknya suku bunga The Fed, gelombang investor yang menarik diri, serta pemberitaan Taiwan hingga Jerman yang resesi.
Dampaknya mereka rasakan, produk yang mereka gadang-gadang sebagai solusi ternyata tidak menjadi “solusi” bagi diri mereka sendiri. Akibatnya mulai memakai cara kuno, apa itu? Memblast WA dan berharap umpan itu dapat menarik.
If we are not achieving something, it is because we have not put our minds to it. We create what we want.
Dalam konteks ini tentu cara jualan yang diharapkan bukan lagi dengan cara-cara tradisional yang tidak lagi relevan, terlebih jika produk/ jasa yang ditawarkan seharusnya menjadi solusi bagi konsumen.
Perlu dibangun mindset baru, bahwa jangan terus mengeluhkan situasi diluar kendali diri, jika memang pasar sedang lesu, maka jangan jadikan hal itu pembenaran, dan membuat cara jualan menjadi bar-bar.
Saya percaya bahwa Disruption = Opportunity, dengan kata lain, kesulitan adalah sebuah kesempatan baru. Maknai kesempatan dari berbagai dimensi, bisa jadi kesempatan belajar cara baru, kesempatan membuka celah pasar baru, kesempatan berkolaborasi dengan partner baru, dan banyak lainnya.
Dan harus saya akui, keterlibatan pemimpin dalam menerapkan mindset ini sangat penting.
Banyak perusahaan besar yang tersungkur bukan karena perusahaan itu gagal bersaing, namun karena “gagal move on”, mereka tetap dengan pemikiran yang “salah mikir”, cenderung kaku dan dingin, merasa bahwa pasar akan selamanya membutuhkan mereka.
Kebanyakan perusahaan itu dipimpin oleh eksekutif-eksekutif yang “salah pikir” yang masih hidup di masa lalu, padahal masalah yang dihadapi sudah berubah total. Akibat “salah mikir” itulah perusahaan terkunci di masa lalu, kurang responsive terhadap gejolak yang terjadi di luar.
Sehingga instruksi yang diberikan kepada tim sales mereka hanya satu.. “Segera Jualan”.. “Mana hasilnya?”
Pada tahun 1960-an, hampir disetiap pergelangan tangan setiap orang ada arloji “made in Switzerland”. Jam tangan buatan Swiss itu menguasai market share diatas 60%. Tapi pada era 1990 an, market share-nya tinggal 15%. Arloji Swiss tiba-tiba dihajar oleh jam digital buatan Asia, desain jam yang bisa anda lihat dalam Smartphone anda. Beruntung industry arloji Swiss segera bangkit. Mereka mengorganisir diri dan membentuk lembaga inovasi yang menyatukan para pembuat arloji dan mengumpulkan data riset. Hasilnya? Mereka membuat terobosan baru, jam untuk alat pacu jantung dan sebagainya.
Kebanyakan dari kita umumnya belajar marketing dari tokoh-tokoh lama yang mengedepankan pentingnya eksploitasi keunggulan dan keunikan produk. Namun pada abad 21 business landscape berubah total, Analisa industi telah berubah.
“Smart people always choose comfort over luxury” – Celso Cukierkorn
Konsumen kini malas dijadikan objek jualan, anda tidak bisa terus menerus mengirimkan WA dan berbicara betapa hebatnya produk anda, atau menyampaikan betapa besarnya diskon yang anda bisa berikan. No.. bisnis saat ini tidak seperti itu, anda harus menciptakan kenyamanan kepada konsumen anda.
Membaca Sinyal
A good leader doesn’t get stuck behind a desk – Richard Branson
Layaknya seperti perubahan, selalu ada sinyal sebelum terjadi ledakan pembaharuan. Sebelum gunung merapi meletus, ia akan memberikan sinyal-sinyal alamiah misal menyemburkan awan panas dengan kecepatan tinggi, ada gempa sesekali. Demikian pula ledakan dalam industri, tidak akan tiba-tiba industri yang anda tekuni kolaps. Akan ada sinyal-sinyal yang menjadi pertanda. Masalahnya, apakah anda mau menafsirkannya? Apakah anda cukup terbiasa “membaca” perubahan itu?
Yang jelas, zaman telah berubah tetapi pemimpinnya masih orang-orang lama yang hidup dalam peradaban baru. Dibutuhkan mindset baru, bukan museum.
Semua langkah ditentukan oleh cara berpikir.
Mindset adalah bagaimana manusia berpikir yang ditentukan oleh setting yang kita buat sebelum berpikir dan bertindak. Ini sama dengan ponsel yang kita setting bahasa, fitur, suara dan lainnya sebelum digunakan.
Pahami bahwa landscape kini telah berubah, maka perlu juga anda menyesuaikan setting anda.
Kenali kembali RPV (Resources, Process, Values) dari perusahaan anda.
Bagaimana produk dan solusi yang ditawarkan memberikan dampak positif kepada pembeli, dan menurut saya inilah yang harus dikuatkan dalam strategi pemasarannya.
This is not just a question of changing skillset. It’s a changing mindset
- Julie Dodd -
Kembali ke teman-teman Salesperson yang sedang merasa kesulitan melakukan penjualan, coba ubah cara pendekatan anda. Bedah data konsumen anda, petakan mana yang memang membeli karena butuh produk anda, dan mana yang membeli karena kemampuan anda menjual.
Sapa mereka dengan cara yang elegan, jangan anggap semua pembeli tertarik dengan iming-iming bunga, cicilan, atau promo.
Kedepankan komunikasi yang solutif, bersahabat dan membuat nyaman. Mulailah melakukan hal-hal yang baru, jangan terus terjebak dengan dilema cara lama yang pemimpin anda minta lakukan. Nyatanya, anda berhadapan dengan konsumen yang berbeda, konsumen yang “butuh” alasan mengapa mereka harus membeli dari anda.
Berikan pengalaman yang berkesan ketika konsumen berinteraksi dengan anda, jangan bombardir konsumen dengan chat WA yang dalam sehari bisa 10 kali.
Berhentilah mengeluh dengan situasi yang anda tidak bisa kendalikan, alihkan energi anda untuk belajar, membaca dan memahami konsumen anda.
Selamat mencoba.
Remaja Tampubolon
Comments